Hadhanah ( Hak Asuh Anak )
Ketika
terjadi perceraian diantara kedua belah pihak khususnya yang telah di karuniai
seorang anak sering kali terjadi konflik terkait hak asuh anak siapa yang di anggap paling berhak untuk mengasuh sang anak, Maka dari itu
islam dan hukum di Indonenesia telah mengaturnya dalam beberapa aturan sebagai
berikut :
Pengertian Hadhanah / hak asuh anak
Istilah Hadhanah
dalam kamus fiqih di samakan dengan istilah Kaffalah yang dalam arti sedehana adalah “pemeliharaan” atau
“Pengasuhan” . Secara istilah hadhanah adalah pengasuhan anakyang masih kecil
setelah terjadinya putus hubungan perkawinan (cerai)
Dasar Hukum Hadhanah
Para ulama bersepakat bahwa bahwa
pemeliharaan anak itu di hukumi wajib seperti halnya kewajiban
seperti selama masih dalam ikatan perkawinan. Adapun dasar hukum Al-Qur’annya
adalah sebagai berikut :
QS.
Al-Baqarah Ayat 233
"Dan ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua
tahun penuh, bagi yang ingin menyusui secara sempurna. Dan kewajiban ayah
menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut. Seseorang tidak
dibebani lebih dari kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita karena
anaknya dan jangan pula seorang ayah (men-derita) karena anaknya. Ahli waris
pun (berkewajiban) seperti itu pula. Apa-bila keduanya ingin menyapih dengan
persetujuan dan permusyawaratan antara keduanya, maka tidak ada dosa atas
keduanya. Dan jika kamu ingin menyusukan anakmu kepada orang lain, maka tidak
ada dosa bagimu memberikan pembayaran dengan cara yang patut. Bertakwalah
kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan".
Kewajiban
dalam membiayai anak yang masihkecil tidak hanya berlaku selama masih ada
ikatan perkawinan saja, melainkan juga berlanjut setelah terjadinya perceraian.
Rukun dan
Syarat
Dalam
hak pengsuhan anak terjadi dua unsur yaitu orangtua yang mengasuh (hadhin) dan anakyang di asuh (Mahdhun) keduanya harus memenuhi syarat
yang di tentukan untuk wajib dan sahnya tugas pengasuhan itu. Setelah terjadi
perpisahan antara kedua belah pihak, maka ibu dan atau ayah berkewajiban
memelihara anaknya secara sendiri sendiri.
Ayah dan Ibu yang akan melakukan pengasuhan
di syaratkan sebagai berikut :
1.
Dewasa.
Orang yang belum dewasa belum dikenai kewajiban lantaran tidak akan mampu melakuka tugas yang berat itu
2.
Sehat
akal. Orang yang akalnya kurang dalam arti “Idiot”
atau sejenisnya tidak di syaratkan mempunyai hak asuh lantaran ia tidak mampu
berbuat untuk dirinya sendiri kendati hal demikian tentuny tidak mampu akan
tindakan mengasuh orang lain
3.
Beragama
Islam. Mayoritas ulama berpendapat demikian lantaran tugas pengasuhan juga termasuk tugas penidikan yang akan
mengarahkan kepada agama anak yang di asuh, jiakalau tidak di asuh oleh orang
yang non ilam di khawatirkan akan jauh dari agamanya.
4.
Adil.
Adil disini dikatakan bahwa dapat menjalankan perinth agama secara baik, dengan
meninggalkan dosa besar dan menjauhi dosa kecil. Di harapkan dengan di asuhnya
anak oleh orangtua yang adil akan memberi dampak positif terhadap anak daripada
di asuh oleh orang tua yang Fasiq.
Syarat anak yang akan
di asuh (mahdhun) :
1). Masih berumur kanak – kanak dan belum dapat mandiri dalam
mengurus hidupnya sendiri
2). Dalam keadaan masih belum sempurn akalnya, maka dari itu
belum bisa merat dirinya sendiri meskipun suduh dewasa, seperti orang idiot.
Orang yang telah dewasa dan sempurna akalnya tidak boleh berada di bawah
pengasuhan siapapun
Ibu/Ayah, Siapa yang
lebih berhak?
- Apabila kedua orangtua
masih lengkap dan memenuhi syarat ketentun di atas, maka yang paling berhk
melakukan pengasuhan/Hadhanah adalah Ibukarena
dengan alasan ibu lebih memiliki rasa kasih sayang di bandingkan dengan ayah .
Bila anak berada dalam asuhan sang ibu maka segala biaya yang di perlukan untuk
itu tetap di bah tanggungjawab sang ayah. Hal ini merupakan pendapat yang di
sepakati oleh para ulama’.
- Apabila anak
laki-laki telah melewati masa kanak kanak yaitu usia 7 tahun, (Mumayyiz) dan tidak idiot, antara ayah
ibu terdapat perselisihan memperebutkan hak asuh , maka si anak di beri hak
pilih antara tinggal dengan si ayah atau
si ibu untuk pengasuhan selanjutnya. Iniadalah pendapat sebagian ulama di
antaranya adalah pendapat Imam Ahmad dan Imam Syafi’i. Golongan in mendasarkan
pada hadis nabi yang diriwayatkan dari Abu hurairah menurut riwyat Ahmad dan
empat perawi hadis, dan di sahkan oleh At Tirmizi :
“ Seorang perempuan
berkata kepada nabi SAW : “Ya rasulallah, sesungguhnya suami saya ingi membawa
anak saya, sedangkan dia baya membantu saya dan menimbakan air dari sumur Abu
Unbah, kemudian suaminya datang. “Hai anak,ini ayah dan ibumu , ambil salah
satu tangan di antara keduanya yang kamu
senangi. Anak itu mengambil angan ibunya dan berlalu bersama ibunya”
Imam Syafi’i berpendapat bahwa anak perempuan itu di beri
pilihan untuk memilih kepada ayah atau ibunya ia ingin hidup sebagaimana yang
berlaku pada anak laki-laki sedangkan menurut imm Ahmad dan ulama lainya berpendapat
bahwa pengasuhan anak perempuan itu di berikan kepada ayah dengn alasan karena di samping mengurus
kebutuhan hidup sehari hari juga menumbuhkan rasa percaya diri anak perempuan
ketika di umur mencapai 7 tahunan akan
mendapatkan rasa percaya dirinya apabila berada di bawah ayahnya di bandingkan
denga ibunya. (Ibu Qudamah: 341)
DASAR HUKUM NASIONAL YANG MENGATUR TENTANG HAK ASUH /
HADHANAH
Secara khusus tidak ada penjelasan yang mendetail mengenai
pemeliharaan anak akibat dari putusnya hubungan perkawinan apalagi dengan nama hadhanah. Secara umum UU mengatur hak
dan kewajiban orang tua terhadap anaknya yaitu pada 5 pasal sebagai berikut :
BAB X
HAK DAN KEWAJIBAN ANTARA ORANG TUA DAN ANAK
Pasal 45
- Kedua
orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya.
- Kewajiban
orang tua yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini berlaku sampai anak itu
kawin atau dapat berdiri sendiri, kewajiban mana berlaku terus meskipun
perkawinan antara kedua orang tua putus.
Pasal 46
- Anak wajib
menghormati orang tua dan mentaati kehendak mereka yang baik.
- Jika anak
telah dewasa, ia wajib memelihara menurut kemampuannya, orang tua dan
keluarga dalam garis lurus keatas, bila mereka itu memerlukan bantuannya.
Pasal 47
- Anak yang
belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah
melangsungkan perkawinan ada dibawah kekuasaan orang tuanya selama mereka
tidak dicabut dari kekuasaannya.
- Orang tua
mewakili anak tersebut mengenai segala perbuatan hukum didalam dan diluar
Pengadilan.
Pasal 48
Orang tua tidak diperbolehkan memindahkan hak atau
menggadaikan barang-barang tetap yang dimiliki anaknya yang belum berumur 18
(delapan betas) tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan, kecuali
apabila kepentingan anak itu menghendakinya.
Pasal 49
- Salah
seorang atau kedua orang tua dapat dicabut kekuasannya terhadap seorang
anak atau lebih untuk waktu yang tertentu atas permintaan orang tua yang
lain, keluarga anak dalam garis lurus keatas dan saudara kandung yang
telah dewasa atau pejabat yang berwenang, dengan keputusan Pengadilan
dalam hal-hal :
- Ia
sangat melalaikan kewajibannya terhadap anaknya;
- Ia
berkelakuan buruk sekali.
- Meskipun
orang tua dicabut kekuasaannya, mereka masih tetap berkewajiban untuk
memberi biaya pemeliharaan kepada anak tersebut.
Adapun Pasal 156 Kompilasi Hukum Islam,
mengatur tentang pemeliharaan anak ketika
ibu kandungnya meninggal dunia dengan memberikan urutan yang berhak memelihara anak, antara lain :
a.
Anak yang belum mumayyiz berhak
mendapatkan hadhanah dari ibunya, kecuali bila ibunya telah
meninggal dunia, maka kedudukannya
digantikan oleh :
1.wanita-wanita dalam garis lurus ke atas dari ibu.
2.ayah
3.wanita-wanita dalam garis lurus ke atas dari ayah.
4.saudara
perempuan dari anak yang
bersangkutan
5.wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari ibu.
6. wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari ayah.
.
b. |
anak yang
sudah mumayyiz berhak memilih untuk mendapatkan hadhanah dari ayah atau
ibunya; |
c. |
apabila
pemegang hadhanah ternyata tidak dapat menjamin keselamatan jasmani dan
rohani anak, meskipun biaya nafkah dan hadhanah telah dicukupi, maka atas
permintaan kerabat yang bersangkutan Pengadilan Agama dapat memindahkan hak
hadhanah kepada kerabat lain yang mempunyai hak hadhanah pula;
|
d. |
semua
biaya hadhanah dan nafkah anak menjadi tanggung jawab ayah menurut
kemampuannya, sekurang-kurangnya sampai anak tersebut dewasa dapat mengurus
diri sendiri (21 tahun). |
e. |
bilamana
terjadi perselisihan mengenai hadhanah dan nafkah anak, Pengadilan Agama
memberikan putusannya berdasarkan huruf (a), (b), dan (d).
|
f. |
pengadilan
dapat pula dengan mengingat kemampuan ayahnya menetapkan jumlah biaya untuk
pemeliharaan dan pendidikan anak-anak yang tidak turut padanya. |
Di kutip dari buku Hukum
perkawian Islam di Indonesia.Oleh Prof.Dr.Amir Syarifuddin.2006.Kencana Prenadamedia Group.jakarta
0 Response to " Hadhanah ( Hak Asuh Anak )"
Posting Komentar