TAFSIR QS. AL-KAHFI AYAT 46 TENTANG HARTA DAN PENGELOLAANYA DALAM ISLAM
TAFSIR QS. AL-KAHFI AYAT 46 TENTANG HARTA DAN PENGELOLAANYA DALAM ISLAM
BAB I
PENDAHULUAN
Latar belakang
Harta merupakan kebutuhan inti dalam kehidupan di mana manusia tidak akan
bisa terpisah arinya. Manusia termotivasi untuk mencari harta demi menjaga eksistensinya dan menambah Kenikmatan materi maupun non materi. Namun demikian, semua motivasi ini dibatasi dengan tiga syarat, yaitu harta dikumpulkan dengan cara yang halal, dipergunakan untuk hal-hal yang halal, dan dari harta ini harus dikeluarkan hak Allah dan masyarakat di tempat dia hidup Oleh sebab itu, harta yang telah dimiliki oleh setiap individu selain didapatkan dan digunakan juga harus dijaga. Menjaga harta berhubungan dengan menjaga jiwa, karena harta akan menjaga jiwa agar jauh dari bencana dan mengupayakan kesempurnaan kehormatan jiwa tersebut. Konsep harta dalam ekonomi Islam saat ini adalah perihal yang sangat penting. Hal ini sejalan dengan pesatnya pertumbuhan industri syariah, lembaga keuangan dan perbankan syariah. Untuk itu, pembahasan akan harta haruslah di bawah naungan syariah islamiyah yang tidak terlepas dari maqashid syariah, yang di dalamnya terdapat kemaslahatan yang diberikan Allah kepada manusia demi kebaikan hidup di dunia ataupun di akhirat.
Hal ini menyiratkan bahwa islam dengan perangkat syariahnya mengatur harta dan bagaimana pemeliharaan harta yang diinginkan oleh al-Syāri (Sang Pembuat Hukum; Allah SWT).Harta dalam pandangan Islam pada hakikatnya adalah milik Allah, di mana Allah telah menyerahkannya kepada manusia untuk menguasai harta tersebut sehingga orang tersebut sah memiliki hartanya. Untuk itu, harta dalam pandangan Islam memiliki kedudukan yang penting. Dalam kaitannya dengan kegiatan bisnis ekonomi dan ritual ibadah, harta sangat diperhatikan sehingga di dalam maqashid syariah menjadikannya salah satu poin penting, yaitu memelihara atau menjaga harta. Hal ini adalah maksud dan tujuan Allah dalam rangka memberikan kemaslahatan kepada manusia untuk kiranya dijadikan sebagai pedoman di dalam berbisnis dan bermuamalah.Islam memandang harta sebagai sarana bagi manusia untuk mendekatkan diri kepada KhalikNya. Dengan keberadaan harta, manusia diharapkan memiliki sikap derma yang memperkokoh sifat kemanusiannya. Apabila sikap derma ini berkembang, maka akan mengantarkan manusia kepada derajat yang mulia, baik di sisi Allah maupun terhadap sesama manusia
Rumusan Masalah
Apa yang dimaksud harta
Apa Fungsi dari Harta
Bagaimana tafsir dari QS. Al-kahfi ayat 46 tentang harta dan pengelolaanya dalam islam
BAB II
PEMBAHASAAN
Pengertian harta
Harta (mal) dari segi bahasa (etimologis) disebut dengan al-mal, yang berasal dari kata maalayamiilu-mailan ( ) ً ال ْ ي َ م – ُ ل ْ ي ِ م َ ي – َ لا َ مyang berarti condong, cenderung dan miring. Secara terminologis, harta adalah segala sesuatu yang menyenangkan manusia dan mereka
]pelihara, baik dalam bentuk materi maupun dalam manfaat Ada juga yang
mengartikan dengan sesuatu yang dibutuhkan dan diperoleh manusia baik berupa benda yang tampak seperti emas, perak, binatang, tumbuhan, maupun yang tidak tampak, yakni manfaat seperti kendaraan, pakaian, dan tempat tinggal. Oleh karena itu, sesuatu yang tidak dikuasai manusia tidak dapat dinamakan harta, seperti burung di udara, ikan di lautan lepas, pohon di
hutan, dan barang tambang yang ada di bumi.Para fuqaha’ mendefinisikan harta sebagai sesuatu yang diingini oleh tabiat manusia dan boleh disimpan untuk tempo yang diperlukan atau sesuatu yang dapat dikuasai, disimpan dan
dimanfaatkan .Al-Syarbaini berpendapat bahwa harta adalah sesuatu yang
ada nilai dan orang yang merusakannya akan diwajibkan membayar ganti rugi.Sementara itu, menurut Hanafiyah, harta pada dasarnya merupakan sesuatu yang bernilai dan dapat disimpan, sehingga bagi sesuatu yang tidak dapat disimpan, tidak dapat dikategorikan sebagai harta. Menurutnya manfaat dan milik tidak bisa disebut harta. Ia membedakan antara harta dan milik. Menurut ulama Hanafiyah, milik (al-milk) ialah sesuatu yang dapat digunakan secara khusus dan tidak dicampuri penggunaannya oleh orang lain. Sedangkan
harta (al-mal) adalah sesuatu yang dapat disimpan untuk digunakan ketika dibutuhkan. Dalam penggunaanya, harta dapat dicampuri oleh orang lain.
Dalam hal ini, ia mengemukakan bahwa tidaklah termasuk harta yang tidak mungkin dimiliki tetapi dapat diambil manfaatnya, seperti cahaya dan panas matahari. Begitupun juga tidaklah termasuk harta yang tidak dapat diambil manfaatnya tetapi dapat dimiliki secara kongkrit, seperti segenggam tanah, setetes air, sebutir beras, dan lain sebagainya.
Menurut Hasbi ash-Shiddieqy, harta ialah segala sesuatu yang memiliki kategori sebagai berikut:
1. Harta (mal) adalah nama bagi selain manusia yang ditetapkan untuk kemaslahatan manusia dan dapat dipelihara pada suatu tempat;
2. Sesuatu yang dapat dimiliki oleh setiap manusia, baik oleh seluruh manusia maupun sebagian manusia;
3. Sesuatu yang sah untuk diperjualbelikan;
4. Sesuatu yang dapat dimiliki dan mempunyai nilai (harga), dapat diambil manfaatnya, dan dapat disimpan;
5. Sesuatu yang berwujud, sehingga sesuatu yang tidak berwujud meskipun dapat diambil manfaatnya tidak termasuk harta; dan
6. Sesuatu yang dapat disimpan dalam waktu yang lama atau sebentar dan dapat diambil manfaatnya ketika dibutuhkan Menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Pasal 1 Ayat (9) disebutkan bahwa harta adalah benda yang dapat dimiliki, dikuasai, diusahakan dan dialihkan, baik benda berwujud maupun tidak berwujud, baik benda terdaftar maupun yang tidak terdaftar, baik benda yang bergerak maupun yang tidak bergerak, dan hak yang mempunyai nilai ekonomis. Oleh karena itu, pengertian harta dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah lebih lengkap dan lebih luas.
Berdasarkan definisi di atas, dapat dipahami bahwa pada dasarnya harta merupakan segala sesuatu yang memiliki nilai dan kongkrit wujudnya, disukai oleh tabiat manusia secara umum, dapat dimiliki, dapat disimpan dan dimanfaatkan dalam perkara legal menurut syara’, seperti
sebagai modal bisnis, pinjaman, konsumsi, hibah, dan sebagainya.
2. Fungsi Harta
Salah satu hal yang dapat dipetik dari berbagai ayat yang di dalamnya terkandung lafaz al-mal adalah mengenai fungsi harta tersebut.Bila dikembalikan kepada siapa yang memberikan harta, yaitu Allah, maka dapat dipahami bahwa Allah memberikan harta kepada manusia antara lain untuk menjadi bekal hidup. Tanpa harta, manusia akan mengalami kesulitan dalam hidupnya, karena tidak dapat memenuhi berbagai kebutuhan kesehariannya,
serta sulit meningkatkan ibadah kepada Allah serta mengabdikan diri kepada sesama manusia. Dengan demikian, fungsi harta secara rinci berdasarkan berbagai ayat Alquran dapat dikategorikan sebagai berikut:
a. Salah satu bekal untuk beribadah
Harta merupakan salah satu bentuk modal bagi manusia untuk melakukan segala perbuatan yang bernilai positif (ibadah). Dalam Islam, terdapat ibadah yang membutuhkan harta dalam pelaksanaannya. Di antara ibadah dimaksud adalah zakat, sedekah, dan hibah. Zakat merupakan ibadah wajib yang dibebankan kepada orang yang memiliki kekayaan yang telah memenuhi syaratsyarat yang telah ditetapkan. Salah satu ayat yang berhubungan dengan masalah ini adalah:
“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah
Timur dan Barat itu suatu kebajikan, akan tetapi
sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada
Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab,
nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabat,anak yatim,orang orang miskin,orang orang yang dalam perjalanan atau musafir, peminta minta dan untuk memerdekakakn hamba sahaya, yang melaksanakan salat dan menunaikan zakat orang orang yang menempati janji apa bila berjanji,dan orang yang sabar dalam kemelaratan,penderitaan dan pada masa peperangan.Mereka itulah orang yang bertakwa
(Q.S. Al-Baqarah [2]: 177)
Ayat di atas menjelaskan bahwa salah satu bentuk kebaikan adalah memberikan harta yang
dicintai kepada orang-orang yang kekurangan dan membutuhkan harta. Penekanan ayat ini pada harta yang dicintai, memberikan isyarat kepada kelemahan manusia yaitu sangat sulit untuk memberikan miliknya yang ia cintai kepada orang lain. Suatu pemberian berupa harta yang tidak bernilai atau yang tidak lagi disukai mempunyai penghargaan yang lebih rendah dibandingkan orang memberikan harta yang dicintai dan yang terbaik. Pemberian harta yang dicintai kepada orang lain, menandakan kuatnya iman pemberi harta tersebut. Pemberian harta yang berkualitas rendah, menandakan seseorang sangat mencintai hartanya, takut miskin dan imannya masih lemah. Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa beribadah dengan harta merupakan sesuatu yang berat untuk dilaksanakan. Hal demikian, karena adanya
sifat cinta manusia terhadap harta yang mereka usahakan dengan susah payah.
b. Salah satu penunjang kehidupan
Dalam kehidupan sehari-hari, harta merupakan Salah satu unsur yang sangat penting, sehingga Tanpa harta yang cukup membuat kehidupan Seseorang tidak sempurna. Akibat yang lebih membahayakan adalah timbulnya kejahatankejahatan dalam masyarakat sehingga kehidupan menjadi tidak aman. Begitu juga sebaliknya, tidak sedikit orang yang terlalu menginginkan harta sehingga waktunya dihabiskan semata-mata untuk mencari harta dan melupakan ibadah kepada Allah.
c. Salah satu media untuk mencoba keimanan Manusia
Di antara fungsi harta (al-mal) bagi manusia adalah Sebagai cobaan. Bentuk cobaan yang berhubungan Dengan harta ini dapat saja berupa diberikan harta Yang berlimpah atau sebaliknya dikurangi harta, Sehingga seseorang mengalami kekurangan dan Ketidakcukupan. Dikatakan cobaan, baik ketika harta Berlimpah maupun ketika berkurang, karena seseorang Diuji sejauh mana dapat menerima keadaan yang Berhubungan dengan harta tersebut. Ketika seseorang Memperoleh harta yang banyak, akan diuji sejauh Mana ia mampu memanfaatkan harta tersebut pada Jalan yang sesuai dengan syariat. Sebaliknya cobaan Bagi orang yang dikurangi hartanya adalah bagaimana Ia sanggup menerima keadaan tersebut dengan penuh Kesabaran. Di antara ayat yang menyatakan bahwa Harta merupakan salah satu dari bentuk cobaan dari Allah adalah surat al-Baqarah [2]: 155:
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu,
dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan
harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita
gembira kepada orang-orang yang sabar”.
Menurut ayat di atas, di antara bentuk-bentuk Ujian Allah kepada manusia antara lain rasa takut,Yakni keresahan hati menyangkut sesuatu yang Buruk, atau hal-hal yang tidak menyenangkan Yang diduga akan terjadi, sedikit rasa lapar, Kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Allah Menjadikan harta sebagai salah satu media untuk Menguji kekuatan iman mereka, apakah dengan Kekurangan harta tersebut iman seseorang akan Menjadi lebih kuat, atau sebaliknya akan melemah. Ujian tersebut sangat relevan dengan keadaan Manusia yang hidupnya sangat tergantung kepada Harta dan beberapa hal lainnya seperti disebutkan Dalam ayat di atas. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Ujian dalam bentuk dikuranginya harta kepada Seseorang merupakan ujian yang berat. Hal ini Karena pemberian penghargaan dari Allah bagi Mereka yang dapat melewati kekurangan harta Dimaksud.
d. Salah satu pendukung untuk menjadi Pemimpin
Harta merupakan salah satu pendukung bagi Seseorang yang ingin menjadi penguasa. Suatu hal Yang kecil dapat terjadi bila seseorang menjadi Penguasa tanpa didukung oleh harta yang cukup. Salah satu ayat yang menceritakan tentang tidak Terpisahnya kekuasaan dengan harta adalah dalam Surat al-Baqarah [2]: 247:
Nabi mereka mengatakan kepada mereka: “Sesungguh
nya Allah telah mengangkat Thalut menjadi rajamu”.
Mereka menjawab: “Bagaimana Thalut memerintah
kami, padahal kami lebih berhak mengendalikan
pemerintahan daripadanya, sedang dia pun tidak
diberi kekayaan yang banyak?” (Nabi mereka) berkata:
“Sesungguhnya Allah telah memilihnya menjadi rajamu
dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang
perkasa.” Allah memberikan pemerintahan kepada
siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Luas
Pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui”.
Ayat di atas menyatakan bahwa jika Allah berkehendak menjadikan seseorang sebagai penguasa, Maka akan terjadi walaupun tanpa didukung oleh Harta yang memadai. Tetapi dalam pemahaman yang umum, harta dan kekuasaan merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Dengan kata lain, tidak mungkin seseorang menjadi pemimpin (penguasa) tanpa mempunyai bekal harta sedikit pun. Dialog dalam ayat di atas berupa keheranan bagaimana seseorang diangkat menjadi raja, tanpa ada harta.
e. Salah satu pendukung untuk menjadi Pemimpin
Harta merupakan salah satu pendukung bagi Seseorang yang ingin menjadi penguasa. Suatu hal Yang kecil dapat terjadi bila seseorang menjadi Penguasa tanpa didukung oleh harta yang cukup. Akan tetapi Alquran mengarahkan manusia Agar lebih mementingkan amal saleh, seperti dalam
Surat al-Kahfi [18]: 46:
“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan”.
3. TAFSIR QS. AL-KAHFI AYAT 46 TENTANG HARTA DAN PENGELOLAANYA DALAM ISLAM
a. Bunyi QS. AL-KAHFI AYAT 46
Artinya:
“Harta dn anak itu perhiasan kehidupan dunia. (Sementara) amalan-amalan saleh yang kekal itu pahalanya lebih baik dan lebih didambakan bagi Tuhanmu.” (QS: Al-Kahfi Ayat 46)
Membanggakan harta dan anak itu merupakan tradisi lumrah yang terjadi pada masyarakat Arab sebagaimana dijelaskan Ibnu ‘Asyur dalam tafsir al-Tahrir wat Tanwir. Syekh Ibnu ‘Asyur mengutip syair Tharfah bin al-‘Abd, penyair jahiliah, mengenai ketertarikan orang Arab terhadap harta dan keturunan.
فَلَوْ شَاءَ رَبِّي كَنْتُ قَيْسَ بْنَ عَاصِمٍ … وَلَوْ شَاءَ رَبِّي كَنْتُ عَمْرَو بْنَ مَرْثَدِ
فَأَصْبَحْتُ ذَا مَالٍ كَثِيرٍ وَطَافَ بِي … بَنُونَ كِرَامٌ سادة لمسوّد
Jika Tuhanku berkehendak, maka aku akan menjadi Qais bin ‘Ashim, aku akan menjadi ‘Amr bin Martsad.
Aku akan menjadi orang kaya, dikelilingi keturunan mulia dan pemimpin bagi kaumnya.
Dua nama di dalam syair tersebut, yaitu Qais bin ‘Ashim dan ‘Amr bin Martsad merupakan orang kaya yang hidup pada masa Jahiliah. Qais bin ‘Ashim masuk Islam pada tahun ke-9 Hijriah. Sementara ‘Amr bin Martsad itu saudagar asal Damascus yang hidup pada masa Jahiliah, dan masuk Islam. Umat Muslim yang beriman pada Allah diingatkan untuk tidak terlalu memikirkan duniawi secara berlebihan, sehingga dapat menyengsarakannya bila tidak digunakan untuk kemaslahatan umat banyak. Oleh karena itu, Allah memberikan petunjuk bahwa ada yang lebih baik daripada harta duniawi dan anak-anak yang dibanggakan, yaitu al-baqiyat al-sholihat.
Imam al-Qurthubi dalam al-Jami‘ li Ahkamil Qur’an menjelaskan perbedaan pendapat mengenai tafsir dari al-baqiyatus sholihat dalam ayat di atas. Perbedaannya sebagai berikut:
Pertama, menurut riwayat Ibnu ‘Abbas, Ibnu Jubair, Abu Maisarah, dan ‘Amr bin Syurahbil, al-baqiyatus sholihat adalah shalat lima waktu.
Kedua, al-baqiyatus sholihat itu setiap perbuatan atau perkataan baik. Pendapat ini yang dianggap sahih oleh Imam al-Qurthubi, sebagaimana juga imam al-Thabari.
Ketiga, al-baqiyatus sholihat itu kalimat zikir subhanallah wal hamdulillah wa la ilaha illallah wallahu akbar wa la haula wa la quwwata illa billahil ‘aliyyil ‘azhim.
Keempat, al-baqiyatus sholihat itu niat dan cita-cita kuat.
Kelima, al-baqiyatus sholihat itu berarti anak wanita yang salihah.
b. Pengelolaan Harta
Islam tidak hanya mengajarkan umatnya untuk memperoleh harta dengan jalan yang benar,
tetapi juga mengarahkan mereka bagaimana cara memanfaatkan harta tersebut. Salah satu ajaran mendasar dalam masalah pemanfaatan harta ini adalah ajaran Alquran yang membelanjakan harta kepada hal-hal yang mendukung tegaknya Islam serta sendi-sendi kehidupan dalam masyarakat. Hal ini dapat diperhatikan dari penghargaan yang diberikan Allah kepada orang yang menafkahkan harta di jalan Allah seperti berjihad, memberikan zakat, dan aktifitas kemanusiaan lainnya. Salah satu ayat yang mendorong pemanfaatan harta kepada jihad di jalan Allah adalah terdapat dalam surat
al-Nisa’ [4]: 95:
“Tidaklah sama antara mu’min yang duduk (yang
tidak turut berperang) yang tidak mempunyai uzur
dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah
dengan harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan
orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya
atas orang-orang yang duduk satu derajat. Kepada
masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala
yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang
yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala
yang besar”.
Di samping itu, harta juga dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan
tidak menggunakannya secara boros dan berlebihlebihan. Lebih jauh, pemanfaatan harta harus memperhatikan aspek-aspek sosial kemasyarakatan seperti membantu pendanaan aktifitas-aktititas yang dibutuhkan orang banyak serta membangun tempat-tempat ibadah, tempat pengajian, dan sebagainya. Selanjutnya, ajaran Islam juga memelihara keseimbangan terhadap hal-hal yang berlawanan seperti antara pelit dan boros, tidak hanya dengan mengakui hak milik pribadi, tetapi juga dengan menjamin pembagian kekayaan yang seluas-luasnya. Salah satu perbedaan konsep kepemilikan dalam Islam adalah pada sisi pengelolaan harta, baik dari segi konsumsi maupun upaya investasi untuk pengembangan harta yang dimiliki. Sebagaimana diketahui bersama, harta merupakan sesuatu yang harus dipelihara dan dikelola dengan baik sehingga tidak terjadi hal-hal yang menyebabkan rusak dan hilangnya nilai atau wujud dari harta tersebut. Di samping itu, diperlukan juga manajemen yang baik, sehingga menjadi jelas asal-asul, jumlah, dan pengeluarannya. Pengelolaan harta ini juga sangat berpengaruh pada bagaimana manajemen yang digunakan dan aspek-aspek lain yang berhubungan dengan kepribadian orang-orang yang dipercayakan dalam mengurus harta tersebut. Alquran memberikan arahan yang sangat tegas tentang pengelolaan harta ini, terutama terhadap harta-harta anak yatim sehingga tidak musnah dan habis tanpa dapat dimanfaatkan oleh yang bersangkutan. Di antara ayat Alquran yang memberikan arahan
pengelolaan harta adalah:
وَابْتَلُوا الْيَتَامَىٰ حَتَّىٰ إِذَا بَلَغُوا النِّكَاحَ فَإِنْ آنَسْتُمْ مِنْهُمْ رُشْدًا فَادْفَعُوا إِلَيْهِمْ أَمْوَالَهُمْ ۖ وَلَا تَأْكُلُوهَا إِسْرَافًا وَبِدَارًا أَنْ يَكْبَرُوا ۚ وَمَنْ كَانَ غَنِيًّا فَلْيَسْتَعْفِفْ ۖ وَمَنْ كَانَ فَقِيرًا فَلْيَأْكُلْ بِالْمَعْرُوفِ ۚ فَإِذَا دَفَعْتُمْ إِلَيْهِمْ أَمْوَالَهُمْ فَأَشْهِدُوا عَلَيْهِمْ ۚ وَكَفَىٰ بِاللَّهِ حَسِيبًا
“Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup
umur untuk kawin. Kemudian jika menurut
pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara
harta), maka serahkanlah kepada mereka harta
hartanya. Dan janganlah kamu makan harta anak
yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah
kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum
mereka dewasa. Barangsiapa (di antara pemelihara
itu) mampu, maka hendaklah ia menahan diri (dari
memakan harta anak yatim itu) dan barangsiapa
miskin, maka bolehlah ia makan harta itu menurut
yang patut. Kemudian apabila kamu menyerahkan
harta kepada mereka, maka hendaklah kamu
adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi
mereka. Dan cukuplah Allah sebagai Pengawas (atas
persaksian itu)”.
Ayat di atas memberikan arahan dan pengajaran yang sangat kompleks tentang pengelolaan harta, sekalipun fokusnya harta anak yatim, namun menjadi pelajaran yang sangat penting tentang aspekaspek pokok dari pengelolaan harta tersebut. Di antara hal-hal yang termasuk penting diperhatikan dalam ayat di atas adalah sebelum harta diserahkan kepada pemiliknya untuk dikelola sendiri, hendaklah terlebih dahulu diuji sejauh mana pemilik harta tersebut sudah matang dalam hal dimaksud; boleh mengambil sewajarnya sebagai imbalan membantu pengelolaan harta orang lain; penggunaan harta harus diketahui oleh pemiliknya ketika pemiliknya telah memahami seluk-beluk harta; jika pengelola mampu (mempunyai harta miliknya sendiri) maka lebih baik tidak mengambil imbalan ketika mengelolanya; penyerahan harta kepada pemiliknya harus di hadapan saksi-saksi yang dianggap memadai dan dapat dipertanggung jawabkan.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa harta merupakan suatu bekal yang diberikan Allah kepada manusia untuk mendukung kecendrungan dan kebahagiaan hidupnya. Hakikatnya, harta manusia adalah milik bersama secara keseluruhan, semua manusia mempunyai kesempatan untuk mencari harta, serta tidak seorang pun diberikan hak untuk mempersempit peredaran harta dalam lingkungan manusia. Sebab dalam setiap harta seseorang, terdapat bagian orang lain, sehingga setiap muslim yang mempunyai banyak harta wajib membayar zakatnya kepada orang yang berhak menerimanya. Alquran dengan serius mendorong terjadinya penyebaran dan peredaran harta secara terus menerus di kalangan masyarakat, Bagi orang yang memperoleh harta dengan cara baik dan benar sesuai tuntunan Allah, maka ia akan memperoleh keberuntungan baik di dunia maupun di akhirat. Alquran sangat menghargai hak seseorang terhadap hartanya yang sah, sehingga tidak dibenarkan adanya pengalihan harta tanpa persetujuan pemiliknya serta harus dilakukan dengan jalan yang saling menguntungkan dengan beragam bentuk transaksi yang halal. Di samping itu, Alquran menghendaki pengelolaan harta dengan manajemen yang baik dan jelas disertai sifat jujur dan ikhlas, sehingga dapat mengantisipasi dan mencegah munculnya dampak negatif, baik dari internal pribadi yang bersangkutan maupun eksternalnya.
DAFTAR PUSTAKA
Antonio, Muhammad Syafi’i, Bank Syari‘ah
dari Teori ke Praktek, Jakarta: Gema Insani
Press, 2001.
Baqi, Muhammad Fuad Abdul, Mu`jam Mufahras
li al-Fazh al-Qur’an al-Karim Kairo: Dar
al-Hadits, 2001.
Dahlan, Abdul Azis (ed.) et. al., Ensiklopedi
Hukum Islam, jilid 2, Jakarta: Ichtiar Baru
Van Hoeve, 1997.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai
Pustaka, 1996.
Dimasyqi, Abu al-Fida’ al-Hafiz ibn Katsir al-,
Tafsir al-Qur’an al-‘Azim, juz. 2, Beirut:
Dar al-Fikr, 1994.
Golay, A. Hamid Hasan, Indeks Terjemah Al
Qur’an al-Karim, Jilid 2, Jakarta: Yayasan
Halimatussa’diyah, 1997.
Hamshy, Muhammad Hasan, Mufradat al-Qur’an
Tafsir wa al-Bayan, Beirut: Dar al-Rasyid, t.th.Ibrahim, Muhammad Isma`il, Mu`jam Al-Fazh
wa al-`alam al-Qur’aniyyah, Cairo: Dar alFikr al-‘Arabiy, t.th.
Kamil, Fayiz, Mufradat al-Qur’an Zubzatul
Bayan, Beirut: Dar al-Khair, t.th.
Munjid, Muhammad Nuruddin al-, Al-Isytirak
al-Lafzi fi al-Qur’an al-Karim Bayn alNazariyah wa al-Tathbiq, Beirut: Dar alFikr al-Mu`ashir, 1998.
Sha’diy, Abdurrahman ibn Nashir al-, Taysir alKarim al-Rahman fi Tafsir Kalam al-Manan,
Beirut: Mu’assasah al-Risalah, 2000.
Shihab, M. Quraish, Tafsir al-Mishbah; Pesan,
Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, vol. 1 dan
2, Jakarta: Lentera Hati, 2000.
Syaltut, Mahmud, Al-Qur’an Membangun
Masyarakat, terj. Dja’far Sudjarwo, Surabaya:
Al-Ikhlas, 1996.
Thabathaba’i, Allamah, Al-Mizan fi Tafsir alQur’an, juz 4, Lebanon: Mu’assasah al-
`Alami li al-Mathbu`ah, 1983.
Imarah, Ibn, Qamush al-Mushthalahat alIqtishadiyyah fi al-Hadharah al-Islamiyyah,
Kairo: Dar al-Syuruq, 1993.
0 Response to "TAFSIR QS. AL-KAHFI AYAT 46 TENTANG HARTA DAN PENGELOLAANYA DALAM ISLAM"
Posting Komentar